Rabu, 23 November 2011

MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL

MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL
(MODEL PEMBELAJARAN GERLACH DAN ELY)

A. Pendahuluan
Istilah model pembelajaran sering dimaknai sama dengan pendekatan pembelajaran. Bahkan kadang suatu model pembelajaran diberi nama sama  dengan nama pendekatan pembelajaran. Sebenarnya model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada makna pendekatan, strategi, metode, dan teknik. 
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran (kompetensi pembelajaran), dan pengelolaan kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Arend[1] “The term teaching model refers to a particular aproach to instruction that includes its goals, sintax, enviroment, and management system”. Artinya, model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu, termasuk tujuannya, langkah-langkahnya (syntax), lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Arend (1997) memilih istilah model pembelajaran didasarkan pada dua alasan penting. Pertama, istilah model memiliki makna yang lebih luas dari pada pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Kedua, model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas, atau praktik mengawasi anak-anak.
Atas dasar pendapat di atas, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai berikut. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan KBM dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan  pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Jadi, model pembelajaran merupakan suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan srategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Diantara sekian banyak model pembelajaran yang dikembangkan salah satunya adalah model pembelajaran Gerlach dan Ely (1971). Menurut Rusman[1] model ini cocok digunakan di segala kalangan termasuk untuk pendidikan tingkat tinggi, sebab dalam model ini :
1.      Terdapat penentuan strategi yang cocok digunakan oleh peserta didik dalam menerima materi yang disampaikan.
2.      Menetapkan pemakaian teknologi pendidikan sebagai media dalam penyampaian materi.
3.      Adanya upaya untuk menggambarkan secara grafis, suatu metode perencanaan yang sistematis.
4.      Merupakan suatu garis pedoman atau peta perjalanan yang hendaknya digunakan sebagai checklist dalam membuat sebuah rencana pembelajaran.
5.      Memperlihatkan keseluruhan PBM yang baik sekalipun tidak menggambarkan perincian setiap komponen.
6.      Memperlihatkan hubungan antara elemen yang satu elemen lainnya.
7.      Menyajikan suatu pola urutn yang dapat dikembangkan ke dalam suatu rencana kegiatan pembelajaran.
 
B.  Pengembangan Model Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur 
 
1)      Merumuskan tujuan. (specification of objectives).
Tujuan pembelajaran adalah target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran yang di dalamnya merumuskan kemapuan apa yang harus dimiliki siswa pada tingkat jenjang tertentu, sehingga setelah selesai pokok bahasan siswa dapat memiliki kemampuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Adapun petunjuk dalam merumuskan masalah adalah sebagai berikut :
  1. Formulasikan dalam bentuk yang operasional (mudah diukur)
  2. Rumuskan dalam bentuk produk belajar.
  3. Rumuskan dalam tingkah laku siswa, bukan tingkah laku guru.
  4. Rumuskan sedemikian rupa sehingga menunjukan dengan jelas tingkah laku yang di tuju.
  5. Usahakan hanya mengandung satu tujuan belajar (satu kemampuan)
  6. Rumuskan tujuan dalam tingkat keluasan yang sesuai.
  7. Rumuskan kondisi dari tingkah laku yang dikehendaki.
  8. Cantumkan standar tingkah laku yang dapat diterima.
2)      Menentukan isi materi. (specification of content)
Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya. Oleh karena itu, apa yang akan diajarkan pada siswa hendaknya dipilih pokok bahasan yang lebih spesifik. Selain untuk membatasi ruang lingkupnya juga apa yang akan diajarkan dapat lebih jelas dan mudah dibandingkan atau dipisahkan dengan pokok bahasan lain dalam satu mata pelajaran yang sama.
3)      Menurut kemampuan awal. (assesmentof entering behaviors)
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
Pengumpulan data siswa dilakukan dengan dua cara :
a). pretest
b). mengumpulkan data pribadi siswa.
 
4)      Menentukan teknik dan strategi. (determination of strategy)
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah berntuk eksopose (espository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional.
5)      Pengelompokan belajar. (organization of groups)
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas. Beberapa pengelompkan siswa antara lain :
a). Pengelompokan berdasarkan jumlah siswa (grouping by size) yaitu, belajar mandiri,      kelompok kecil dan kelompok besar.
b). Pengelompokan campuran (ungraded grouping) yaitu pengelompokan yang tidak memandang kelas ( tingkat)  maupun usia tetapi, mereka mempunyai tingkat pengetahuan  yang sama  dalam satu mata pelajaran.
c). Gabungan beberapa kelas ( multiclass grouping) dalam satu ruangan besar, mendapat pelajaran dengan bermacam-macam kegiatan pada saat yang bersamaan.
d). Sekolah dalam sekolah (schools within schools) yaitu satu komplek yang besar yang terdiri dari beberapa gedung sekolah, pengelompokan ini berdasarkan atas pengelompokan kemampuan maupun hasil-hasil yang dicapai oleh siswa, tetapi untuk memudahkan pengaturan administrative karena besarnya jumlah siswa yang terdaftar.
e).  Taman kependidikan (educational park), yaitu kampus yang terdiri atas TK sampai perguruan tinggi dengan pemusatan sarana, pelayanan dan informasi.
                       
6)      Menentukan pembagian waktu. (allocation of time)
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
 
7)      Menentukan ruang. (allocation of space)
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan pengajar.
8)      Memilih media instruksional yang sesuai. (allocation of resources)
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan  benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e) media display.
9)      Mengevaluasi hasil belajar. (evaluasion of permance)
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10)      Menganalisis umpan balik. (analysis of feedback)
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.
 
C.    Kelebihan Model Belajar Gerlach Dan Ely
Model Gerlach dan Ely mempunyai perbedaan tersendiri dibanding dengan model  pembelajaran yang lain. Perbedaan yang paling kentara adalah diadakanya pretest (tes awal) sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mungkin pretest pun dapat ditemukan pada model pembelajaran Kemp. Namun bedanya dalam model Kemp pretest yang dilakukan tidak terlalu membawa permasalahan besar atau bukan merupakan tahap yang paling penting karena pada model Kemp sebelum menentukan tujuan instruksional telah dilakukan analisis karakteristik siswa. Sehingga latar belakang pendidikan dan social budaya siswa telah diketahui sebelum menentukan pembelajaran. Sedangkan dalam model Gerlach dan Ely, pretest merupakan kelebihan tersendiri dari model Gerlach dan Ely yang telah dikenal dan dikembangkan sejak 1971. 
 
D.    Kekurangan Model Belajar Gerlach Dan Ely
Model pembelajaran Gerlach dan Ely memiliki sedikit kekurangan, di antaranya adalah tidak adanya tahapan pengenalan karakteristik siswa sehingga sedikitnya akan membuat guru kewalahan dalam menganalisis kebutuhan belajar siswa selama proses pembelajaran. Bahkan mungkin lebih jauhnya akan membuat guru salah dalam memberikan dosis pelajaran karena tidak mengenal latar belakang keluarga, psikologis, pendidikan, social, serta budaya dari siswa tersebut.  
E.     Kesimpulan.
Model pembelajaran Gerlach dan Ely dikembangkan berdasarkan sepuluh unsure yaitu :
1.      Spesifikasi isi pokok bahasan
2.      Spesifikasi tujuan pembelajaran.
3.      Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa.
4.      Penentuan cara pendekatan, metode, dan tehnik mengajar.
5.      Pengelompokan siswa.
6.      Penyediaan waktu.
7.      Pengaturan ruangan.
8.      Pemilihan media/sumber belajar.
9.      Evaluasi
10.  Analisis umpan balik.




[1]  Rusman, Model-model pembelajaran,Jakarta, RajaGrafindo Persada.

[1] Arends, R. 1997. Classroom Instruction Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.

Pertemuan ke-2


MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL
(MODEL PEMBELAJARAN GERLACH DAN ELY)

A. Pendahuluan
Istilah model pembelajaran sering dimaknai sama dengan pendekatan pembelajaran. Bahkan kadang suatu model pembelajaran diberi nama sama  dengan nama pendekatan pembelajaran. Sebenarnya model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada makna pendekatan, strategi, metode, dan teknik. 
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran (kompetensi pembelajaran), dan pengelolaan kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Arend[1] “The term teaching model refers to a particular aproach to instruction that includes its goals, sintax, enviroment, and management system”. Artinya, model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu, termasuk tujuannya, langkah-langkahnya (syntax), lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Arend (1997) memilih istilah model pembelajaran didasarkan pada dua alasan penting. Pertama, istilah model memiliki makna yang lebih luas dari pada pendekatan, strategi, metode, dan teknik. Kedua, model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas, atau praktik mengawasi anak-anak.
Atas dasar pendapat di atas, model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai berikut. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan KBM dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman perancangan dan pelaksanaan  pembelajaran. Karena itu, pemilihan model sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan dibelajarkan, tujuan (kompetensi) yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Jadi, model pembelajaran merupakan suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan srategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Diantara sekian banyak model pembelajaran yang dikembangkan salah satunya adalah model pembelajaran Gerlach dan Ely (1971). Menurut Rusman[2] model ini cocok digunakan di segala kalangan termasuk untuk pendidikan tingkat tinggi, sebab dalam model ini :
1.      Terdapat penentuan strategi yang cocok digunakan oleh peserta didik dalam menerima materi yang disampaikan.
2.      Menetapkan pemakaian teknologi pendidikan sebagai media dalam penyampaian materi.
3.      Adanya upaya untuk menggambarkan secara grafis, suatu metode perencanaan yang sistematis.
4.      Merupakan suatu garis pedoman atau peta perjalanan yang hendaknya digunakan sebagai checklist dalam membuat sebuah rencana pembelajaran.
5.      Memperlihatkan keseluruhan PBM yang baik sekalipun tidak menggambarkan perincian setiap komponen.
6.      Memperlihatkan hubungan antara elemen yang satu elemen lainnya.
7.      Menyajikan suatu pola urutn yang dapat dikembangkan ke dalam suatu rencana kegiatan pembelajaran.
B.  Pengembangan Model Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur seperti terlihat dalam flow chart di halaman berikut.



 









1)      Merumuskan tujuan. (specification of objectives).
Tujuan pembelajaran adalah target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran yang di dalamnya merumuskan kemapuan apa yang harus dimiliki siswa pada tingkat jenjang tertentu, sehingga setelah selesai pokok bahasan siswa dapat memiliki kemampuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Adapun petunjuk dalam merumuskan masalah adalah sebagai berikut :
  1. Formulasikan dalam bentuk yang operasional (mudah diukur)
  2. Rumuskan dalam bentuk produk belajar.
  3. Rumuskan dalam tingkah laku siswa, bukan tingkah laku guru.
  4. Rumuskan sedemikian rupa sehingga menunjukan dengan jelas tingkah laku yang di tuju.
  5. Usahakan hanya mengandung satu tujuan belajar (satu kemampuan)
  6. Rumuskan tujuan dalam tingkat keluasan yang sesuai.
  7. Rumuskan kondisi dari tingkah laku yang dikehendaki.
  8. Cantumkan standar tingkah laku yang dapat diterima.
2)      Menentukan isi materi. (specification of content)
Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya. Oleh karena itu, apa yang akan diajarkan pada siswa hendaknya dipilih pokok bahasan yang lebih spesifik. Selain untuk membatasi ruang lingkupnya juga apa yang akan diajarkan dapat lebih jelas dan mudah dibandingkan atau dipisahkan dengan pokok bahasan lain dalam satu mata pelajaran yang sama.
3)      Menurut kemampuan awal. (assesmentof entering behaviors)
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
Pengumpulan data siswa dilakukan dengan dua cara :
a). pretest
b). mengumpulkan data pribadi siswa.
4)      Menentukan teknik dan strategi. (determination of strategy)
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah berntuk eksopose (espository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional.
5)      Pengelompokan belajar. (organization of groups)
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independent study) memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas. Beberapa pengelompkan siswa antara lain :
a). Pengelompokan berdasarkan jumlah siswa (grouping by size) yaitu, belajar mandiri,      kelompok kecil dan kelompok besar.
b). Pengelompokan campuran (ungraded grouping) yaitu pengelompokan yang tidak memandang kelas ( tingkat)  maupun usia tetapi, mereka mempunyai tingkat pengetahuan  yang sama  dalam satu mata pelajaran.
c). Gabungan beberapa kelas ( multiclass grouping) dalam satu ruangan besar, mendapat pelajaran dengan bermacam-macam kegiatan pada saat yang bersamaan.
d). Sekolah dalam sekolah (schools within schools) yaitu satu komplek yang besar yang terdiri dari beberapa gedung sekolah, pengelompokan ini berdasarkan atas pengelompokan kemampuan maupun hasil-hasil yang dicapai oleh siswa, tetapi untuk memudahkan pengaturan administrative karena besarnya jumlah siswa yang terdaftar.
e).  Taman kependidikan (educational park), yaitu kampus yang terdiri atas TK sampai perguruan tinggi dengan pemusatan sarana, pelayanan dan informasi.
                       
6)      Menentukan pembagian waktu. (allocation of time)
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
7)      Menentukan ruang. (allocation of space)
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan pengajar.
8)      Memilih media instruksional yang sesuai. (allocation of resources)
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan  benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e) media display.
9)      Mengevaluasi hasil belajar. (evaluasion of permance)
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10)  Menganalisis umpan balik. (analysis of feedback)
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.

C.    Kelebihan Model Belajar Gerlach Dan Ely
Model Gerlach dan Ely mempunyai perbedaan tersendiri dibanding dengan model  pembelajaran yang lain. Perbedaan yang paling kentara adalah diadakanya pretest (tes awal) sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mungkin pretest pun dapat ditemukan pada model pembelajaran Kemp. Namun bedanya dalam model Kemp pretest yang dilakukan tidak terlalu membawa permasalahan besar atau bukan merupakan tahap yang paling penting karena pada model Kemp sebelum menentukan tujuan instruksional telah dilakukan analisis karakteristik siswa. Sehingga latar belakang pendidikan dan social budaya siswa telah diketahui sebelum menentukan pembelajaran. Sedangkan dalam model Gerlach dan Ely, pretest merupakan kelebihan tersendiri dari model Gerlach dan Ely yang telah dikenal dan dikembangkan sejak 1971.
D.    Kekurangan Model Belajar Gerlach Dan Ely
Model pembelajaran Gerlach dan Ely memiliki sedikit kekurangan, di antaranya adalah tidak adanya tahapan pengenalan karakteristik siswa sehingga sedikitnya akan membuat guru kewalahan dalam menganalisis kebutuhan belajar siswa selama proses pembelajaran. Bahkan mungkin lebih jauhnya akan membuat guru salah dalam memberikan dosis pelajaran karena tidak mengenal latar belakang keluarga, psikologis, pendidikan, social, serta budaya dari siswa tersebut.  
E.     Kesimpulan.
Model pembelajaran Gerlach dan Ely dikembangkan berdasarkan sepuluh unsure yaitu :
1.      Spesifikasi isi pokok bahasan
2.      Spesifikasi tujuan pembelajaran.
3.      Pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa.
4.      Penentuan cara pendekatan, metode, dan tehnik mengajar.
5.      Pengelompokan siswa.
6.      Penyediaan waktu.
7.      Pengaturan ruangan.
8.      Pemilihan media/sumber belajar.
9.      Evaluasi
10.  Analisis umpan balik.































[1] Arends, R. 1997. Classroom Instruction Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.
[2]  Rusman, Model-model pembelajaran,Jakarta, RajaGrafindo Persada.